Sejarah Hajar Aswad

Pada awalnya, Hajar Aswad merupakan salah satu batu yang ditemukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS pada saat mereka sedang membangun Ka’bah.


Nabi Ismail yang pertama menemukan batu tersebut ketika dia mencari-cari batu tambahan untuk bangunan Ka’bah.

Batu tersebut kemudian diserahkannya kepada ayahnya. Nabi Ibrahim begitu tertarik kepada batu tersebut sehingga dia menciuminya berulang-ulang kali. Ketika akan menempatkan batu tersebut pada tempatnya, mereka terlebih dahulu menggendongnya sambil berlari-lari kecil mengelilingi bangunan Ka’bah - jadwal paket umroh murah april 2019 - sebanyak tujuh putaran.

Dalam sejarahnya yang panjang, Hajar Aswad telah terlibat dalam peristiwa-peristiwa sejarah yang penting. Salah satu peristiwa penting tersebut melibatkan Nabi Muhammad SAW sebagai pemeran utama.

Pada sekitar lima tahun sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul, yakni ketika beliau berumur 35 tahun, diadakan pemugaran Ka’bah karena adanya beberapa kerusakan.

Pemugaran tersebut diadakan berdasarkan kesepakatan para pemuka kabilah suku Quraisy yang ada di Kota Makkah. Akan tetapi, terjadi perselisihan yang hampir saja mengakibatkan pertumpahan darah di antara sesama masyarakat Quraisy tersebut ketika akan menetapkan siapa yang berhak menempatkan kembali Hajar Aswad pada posisinya semula. Masing-masing tokoh Quraisy merasa paling berhak untuk menempatkan kembali batu tersebut.

Ketika perselisihan semakin memuncak, muncullah Abu Umayyah bin Mughirah Al-Makhzumi mengajukan usul agar permasalahan tersebut diserahkan kepada seseorang yang akan mengadilinya. Dia mengusulkan agar orang tersebut adalah orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram melalui Bab Al-Shafa pada hari itu. Usulan tersebut disetujui oleh semua pemuka Quraisy.

Ternyata, orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram melalui Bab Al-Shafa pada hari tersebut adalah Muhammad bin Abdullah. Maka disepakatilah Muhammad bin Abdullah sebagai orang yang akan mengadili perkara penempatan kembali Hajar Aswad tersebut.

Di sinilah semakin terlihat kualitas pribadi Muhammad bin Abdullah. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, Muhammad berhasil memberikan jalan keluar yang dapat diterima semua pihak. Beliau menghamparkan sehelai kain di tanah, lalu mengangkat Hajar Aswad dan menempatkannya di atas bentangan kain tersebut.

Kemudian beliau meminta setiap pemuka kabilah Quraisy memegang masing-masing sudut dan sisi kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya untuk membawa Hajar Aswad ke tempatnya semula. Setelah sampai ke dekat tempat Hajar Aswad, Nabi Muhammad mengangkat dan menempatkan Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Dengan cara demikian, para pemuka Quraisy merasa sama-sama punya andil dalam menempatkan kembali Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Cara sederhana dan bijaksana yang ditempuh Muhammad bin Abdullah tersebut berhasil menghindarkan persengketaan yang hampir terjadi dan berhasil pula memuaskan semua pihak. Sejak saat itu, rasa percaya dan hormat kaum Quraisy kepada Muhammad bin Abdullah semakin meningkat.

Pada awalnya, Hajar Aswad merupakan salah satu batu yang ditemukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS pada saat mereka sedang membangun Ka’bah.

Nabi Ismail yang pertama menemukan batu tersebut ketika dia mencari-cari batu tambahan untuk bangunan Ka’bah.

Batu tersebut kemudian diserahkannya kepada ayahnya. Nabi Ibrahim begitu tertarik kepada batu tersebut sehingga dia menciuminya berulang-ulang kali. Ketika akan menempatkan batu tersebut pada tempatnya, mereka terlebih dahulu menggendongnya sambil berlari-lari kecil mengelilingi bangunan Ka’bah sebanyak tujuh putaran.

Dalam sejarahnya yang panjang, Hajar Aswad telah terlibat dalam peristiwa-peristiwa sejarah yang penting. Salah satu peristiwa penting tersebut melibatkan Nabi Muhammad SAW sebagai pemeran utama.

Pada sekitar lima tahun sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul, yakni ketika beliau berumur 35 tahun, diadakan pemugaran Ka’bah karena adanya beberapa kerusakan.

Pemugaran tersebut diadakan berdasarkan kesepakatan para pemuka kabilah suku Quraisy yang ada di Kota Makkah. Akan tetapi, terjadi perselisihan yang hampir saja mengakibatkan pertumpahan darah di antara sesama masyarakat Quraisy tersebut ketika akan menetapkan siapa yang berhak menempatkan kembali Hajar Aswad pada posisinya semula. Masing-masing tokoh Quraisy merasa paling berhak untuk menempatkan kembali batu tersebut.

Ketika perselisihan semakin memuncak, muncullah Abu Umayyah bin Mughirah Al-Makhzumi mengajukan usul agar permasalahan tersebut diserahkan kepada seseorang yang akan mengadilinya. Dia mengusulkan agar orang tersebut adalah orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram - paket umroh murah mei 2019 - melalui Bab Al-Shafa pada hari itu. Usulan tersebut disetujui oleh semua pemuka Quraisy.

Ternyata, orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram melalui Bab Al-Shafa pada hari tersebut adalah Muhammad bin Abdullah. Maka disepakatilah Muhammad bin Abdullah sebagai orang yang akan mengadili perkara penempatan kembali Hajar Aswad tersebut.

Di sinilah semakin terlihat kualitas pribadi Muhammad bin Abdullah. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, Muhammad berhasil memberikan jalan keluar yang dapat diterima semua pihak. Beliau menghamparkan sehelai kain di tanah, lalu mengangkat Hajar Aswad dan menempatkannya di atas bentangan kain tersebut.

Kemudian beliau meminta setiap pemuka kabilah Quraisy memegang masing-masing sudut dan sisi kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya untuk membawa Hajar Aswad ke tempatnya semula. Setelah sampai ke dekat tempat Hajar Aswad, Nabi Muhammad mengangkat dan menempatkan Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Dengan cara demikian, para pemuka Quraisy merasa sama-sama punya andil dalam menempatkan kembali Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Cara sederhana dan bijaksana yang ditempuh Muhammad bin Abdullah tersebut berhasil menghindarkan persengketaan yang hampir terjadi dan berhasil pula memuaskan semua pihak. Sejak saat itu, rasa percaya dan hormat kaum Quraisy kepada Muhammad bin Abdullah semakin meningkat.

Peristiwa besar lain yang menyangkut Hajar Aswad adalah pencurian dan penyanderaan Hajar Aswad yang dilakukan oleh kelompok atau golongan Qaramithah.

Pada akhir abad ke-9 M mereka memberontak kepada pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah yang sedang berada dalam periode kemunduran dan perpecahan.

Pada tahun 317 H Pasukan Qaramithah di bawah pimpinan Abu Thahir Al-Qurmuthi berhasil mengobrak-abrik kota Makkah, mencuri Hajar Aswad dan membawanya ke pusat gerakan mereka di belahan timur semenanjung Arabia di kawasan Teluk Persia. Kemudian Hajar Aswad mereka bawa ke Kufah dan mereka sandera dalam tahun-tahun 930-951 M (317-339 H).

Mereka meminta uang tebusan untuk mengembalikan Hajar Aswad tersebut. Jumlah uang tebusan yang mereka minta sangat besar sehingga sulit dipenuhi oleh pemerintah ketika itu.

Setelah 22 tahun Hajar Aswad di tangan para penyandera tersebut, akhimya kaum Qaramithah di bawah Abu Ishak Al-Muzakki mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya di Ka’bah. Konon, Khalifah Al-Muthi’ Lillah dari Dinasti Abbasiyah harus mengeluarkan uang sebanyak 30.000 dinar sebagai imbalan pengembalian Hajar Aswad tersebut.

Hajar Aswad dalam ibadah haji

Hajar Aswad mempunyai peranan yang penting dan menentukan dalam pelaksanaan haji dan umrah. Fungsi Hajar Aswad akan terlihat terutama dalam pelaksanaan thawaf yang merupakan salah satu rukun haji. Dalam pelaksanaan thawaf, para ulama sepakat bahwa salah satu syarat sahnya thawaf adalah harus dimulai dari posisi yang lurus sejajar dengan Hajar Aswad.

Ulama Syafi’iyah menetapkan bahwa apabila akan melaksanakan thawaf, harus memulainya dengan menempatkan badan sejajar lurus dengan Hajar Aswad di mana posisi Hajar Aswad berada di sebelah kiri pelaku thawaf.

Tidak boleh ada anggota badan sedikit pun yang melebihi posisi sejajar dengan Hajar Aswad. Mengakhiri putaran thawaf juga harus memposisikan badan lurus sejajar dengan Hajar Aswad, tidak boleh ada anggota badan yang berada di belakang garis sejajar tersebut.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa memulai thawaf harus pada posisi lurus sejajar dengan Hajar Aswad. Bila seseorang memulai thawaf pada sebelum garis sejajar Hajar Awad, maka dia wajib menyempurnakan thawaf putaran akhir sampai ke garis sejajar Hajar Aswad. Tidak boleh hanya sampai ke tempat dia memulai thawaf.

Jika dia tidak menyempurnakan akhir putarannya sampai ke garis sejajar Hajar Aswad, dan telah berlangsung waktu yang lama atau telah batal wudhunya, maka dia wajib mengulangi thawafnya dari awal kembali. Jika dia telah kembali ke negerinya sebelum menyempurnakan thawaf tersebut, maka dia wajib membayar dam berupa seekor hewan korban.

Ulama Hanabilah menyatakan bahwa putaran thawaf harus dimulai dari Hajar Aswad. Putaran thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad dianggap tidak sah dan tidak dihitung sebagai satu putaran. Ulama Hanafiyah juga berpendapat bahwa wajib memulai thawaf dari Hajar Aswad. Jika tidak memulai dari Hajar Aswad, wajib diulangi selama masih berada di Makkah. Jika telah pulang, maka wajib membayar dam. (Republika.co.id)

Sa'i Di Shafa Dan Marwa

Pengertian Sa'i
Ibadah Sa'i merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya. Kedua bukit yang satu sama lainnya berjarak sekitar 450 meter. Ketika melintasi Bathnul Waadi yaitu kawasan yang terletak di antara bukit Shafa dan bukit Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau) para jama'ah pria disunatkan untuk berlari-lari kecil sedangkan untuk jama'ah wanita berjalan cepat. Ibadah Sa'i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang datang Haid atau Nifas.


Shofa dan Marwa
Dalam Islam, Ibrahim diperintah Allah untuk meninggalkan isterinya Siti Hajar di gurun bersama puteranya Ismail yang masih bayi dengan perbekalan sebagai ujian bagi keimanannya. Saat perbekalan tersebut habis, Siti Hajar mencari bantuan. Ia meninggalkan bayinya di tanah yang sekarang menjadi sumur Zamzam. Berharap untuk dapat memperoleh air ia mendaki bukit terdekat, Shofa, untuk melihat barangkali saja ada pertolongan atau air di dekat situ. Saat ia tidak melihat siapapun di sana, ia pindah ke bukit lainnya, Marwah, agar bisa melihat ke tempat lebih luas. Tetapi dari bukit itu pun tak tampak apa yang dicarinya sehingga ia terus bolak-balik sambil berlari di atas panasnya pasir gurun sampai tujuh kali balikan. Saat ia kembali ke Ismail, ia melihat air telah memancar dari tanah di dekat kaki bayi yang sedang menangis itu.

Umat Islam percaya bahwa saat itu Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk memunculkan air di sana. Saat melihat air memancar, Siti Hajar menampungnya dalam pasir dan batu. Nama Zamzam yang berarti "berhentilah mengalir", adalah ungkapan yang diucapkan berulang-ulang oleh Siti Hajar saat berupaya menampung air itu. Daerah di sekitar munculnya air tersebut, yang kemudian berubah menjadi sumur, dijadikan tempat beristirahat bagi para kafilah, dan selanjutnya berkembang menjadi kota Mekkah tempat lahir Nabi Muhammad.

Shofa dan Marwah juga disebut dalam Al Qur'an. "Sesungguhnya Shofa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitulloh atau berumroh, maka tiada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah:158)

Sumber: id.wikipedia.org

Pengertian Ihrom Dan Tahallul

Pengertian Ihrom
Ihrom (إحرام) adalah keadaan seseorang yang telah beniat untuk melaksanakan ibadah haji dan atau umroh. Mereka yang melakukan ihrom disebut dengan istilah tunggal "muhrim" dan jamak "muhrimun". Calon jamaah haji dan umroh harus melaksanakannya sebelum di miqat dan diakhiri dengan tahallul.


Pakaian IhromPakaian ihrom bagi laki-laki adalah 2 lembar kain yang tidak berjahit yang dipakai untuk bagian bawah menutup aurat, dan kain satunya lagi diselendangkan. Sedangkan pakaian wanita ihrom adalah menutup semua badannya kecuali muka dan telapak tangan (seperti pakaian ketika sholat). Warna pakaian ihrom disunatkan putih.

Pantangan Ihrom
Ketika ihrom diharamkan baginya melakukan perbuatan tertentu seperti memakai pakaian berjahit, menutup kepala (bagi lelaki) dan muka (bagi perempuan), bersetubuh, menikah, melontarkan ucapan kotor, membunuh binatang dan tumbuhan, memotong rambut/ kuku, dan lain-lain.

Pengertian Tahallul
Tahallul secara harfiah artinya dihalalkan, dalam haji dan umroh maksudnya adalah diperbolehkannya jamaah haji dan umroh dari larangan/ pantangan ihrom.
Tahallul disimbolkan dengan mencukur minimal 3 helai rambut.

Sumber: id.wikipedia.org